CAPAIAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KHUSUS PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI FASE F Kelas XI dan Kelas XII
CAPAIAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KHUSUS PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI FASE F Usia Mental ± 10 Tahun,Umumnya Kelas XI dan Kelas XII
Mekaelektronika Rasional Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti membentuk peserta didik menjadi Pelajar Pancasila yang memiliki pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan kepribadian yang berakhlak mulia dan berkebinekaan global berlandaskan pada nilai-nilai agama Buddha yang moderat serta nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. Muatan materi belajar dari agama merupakan nilai-nilai agama Buddha yang terintegrasi dalam ajaran moralitas, meditasi, serta kebijaksanaan yang diselaraskan dengan nilai-nilai Pancasila dasar negara. Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti secara holistik menginternalisasi peserta didik dengan nilai-nilai agama Buddha diselaraskan dengan nilai-nilai Pancasila dasar negara melalui pembelajaran nilai, pembelajaran berpusat pada siswa, keteladanan, dan pembiasaan. Belajar dari agama Buddha akan membentuk mental peserta didik dengan kesadaran dapat mengamalkan cara hidup, dalam keterhubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa dan Tiratana, diri sendiri, sesama manusia, negara dan bangsa yang majemuk, makhluk lain, dan lingkungan alam. Pendidikan agama Buddha dan budi pekerti membantu peserta didik menumbuhkembangkan karakter, potensi diri dengan menyelami empat pengembangan holistik sebagai entitas pendidikan agama Buddha yang mencakup pengembangan fisik, pengembangan moral dan sosial, pengembangan mental, serta pengembangan pengetahuan dan kebijaksanaan.
Implementasi mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti bagi peserta didik berkebutuhan khusus memerlukan strategi, model, media, dan pendekatan pembelajaran yang tepat. Untuk memahami dan menghayati nilai-nilai ajaran Buddha dalam pembelajaran, khusus peserta didik dengan hambatan penglihatan (tunanetra) dibantu menggunakan tulisan timbul (Braille) dan peserta didik dengan hambatan pendengaran (tunarungu) menggunakan bahasa isyarat sebagai bahasa komunikasi. Pembelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti diarahkan untuk menginternalisasi nilai-nilai ajaran Buddha melalui pemahaman teori (pariyatti), praktik (patipatti), dan pencapaian (pativedha). Melalui pembelajaran pendidikan agama Buddha, peserta didik akan terbentuk menjadi individu mandiri, produktif, dan bermanfaat untuk diri sendiri dan masyarakat. Pembelajaran pendidikan agama Buddha dan budi pekerti akan bermakna jika disesuaikan dengan usia mental, kemampuan, dan kebutuhan peserta didik. Pembelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti dilakukan dengan memanfaatkan alat, teknologi, dan media pembelajaran yang disesuaikan dengan jenis ketunaan melalui pengalaman langsung dan konteks kehidupan sehari-hari.
Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menerima dan menghayati nilai-nilai agama Buddha serta nilai-nilai Pancasila dasar negara dan menyelaraskan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Secara khusus, melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti, peserta didik diharapkan dapat:
1. mengembangkan rasa ingin tahu terhadap nilai-nilai agama Buddha yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila dasar negara sebagai fondasi moral sehingga dapat memengaruhi cara hidup sebagai individu, anggota masyarakat yang majemuk, warga negara, dan bagian alam semesta;
2. memiliki kesadaran untuk mengembangkan pribadi, menjaga moralitas, meditasi, dan kebijaksanaan selaras dengan nilai-nilai Pancasila dasar negara dalam kehidupan nyata, sebagai perwujudan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Tiratana, mencintai diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan negaranya;
3. mengembangkan keterampilan belajar inovasi, berpikir kritis, kreatif, dan mandiri sebagai individu, anggota masyarakat, bagian alam semesta, dan warga negara yang baik berdasarkan nilai-nilai agama Buddha;
4. menghormati, menghargai, dan menjaga kemajemukan (kebinekaan) agama atau kepercayaan dan kearifan lokal, serta gotong-royong dalam peningkatan kualitas kehidupan manusia sebagai warga Indonesia dan warga dunia.
Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti. Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti berorientasi untuk membentuk peserta didik yang berakhlak mulia dan berkebinekaan global berlandaskan nilai-nilai agama Buddha serta nilai-nilai Pancasila yang terintegrasi dalam ajaran moralitas, meditasi, dan kebijaksanaan. Menurut Grimmitt (2000) belajar dari agama melibatkan peserta didik dalam mengevaluasi apa yang telah mereka pelajari tentang agama, baik secara impersonal maupun personal. Mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti diarahkan untuk mempelajari konten ajaran Buddha pada penerapan esensi nilai, tidak hanya berada pada ranah pengetahuan keagamaan. Proses pelaksanaan Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti harus didukung oleh pendidik dan lingkungan sosial yang membudayakan pengembangan kebijaksanaan dan cinta kasih serta dilakukan melalui tiga tahapan belajar Dharma yang terintegrasi, yaitu pemahaman teori, praktik, dan pencapaian realisasi. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti dilakukan dengan: (1) belajar dari nilai-nilai agama Buddha dan Pancasila dasar negara melalui internalisasi nilai oleh pendidik dan lingkungan dengan menerapkan pembelajaran nilai dan pembelajaran berpusat pada siswa, melalui teladan, dan pembiasaan untuk mengamalkan nilai-nilai; (2) praktik nilai-nilai agama Buddha serta nilai-nilai Pancasila dasar negara dengan menerima dan menghayatinya; dan (3) mencapai hasil belajar nilai-nilai agama Buddha serta nilai-nilai Pancasila dasar negara, yaitu menjadi Pelajar Pancasila yang berakhlak mulia dan berkebinekaan global dengan memiliki empat pengembangan holistik mencakup pengembangan fisik, pengembangan moral dan sosial, pengembangan mental, serta pengembangan pengetahuan dan kebijaksanaan.
Pengembangan fisik (kāya-bhāvanā) adalah perilaku peserta didik yang dikembangkan dalam keterhubungannya dengan lingkungan fisik dan lingkungan alam. Pengembangan dilakukan menggunakan indra dan pikiran dengan penuh kesadaran melalui kegiatan ritual, meditasi, dan aktivitas fisik lainnya untuk memperhatikan jasmani dan perilaku secara bijaksana dalam keterhubungannya dengan lingkungan dan alam. Melalui pengembangan fisik, peserta didik memiliki dasar keterampilan hidup dan perilaku yang baik, menghayati kebenaran, mampu menghayati kehidupan secara bijak, dan penuh perhatian terhadap aktivitas jasmani.
Pengembangan moral atau sosial (sīla-bhāvanā) adalah perilaku baik yang dikembangkan dalam keterhubungan peserta didik dengan lingkungan sosial yang berbeda, negara dan bangsa yang majemuk, dan makhluk lain. Pengembangan moral dan sosial merupakan perilaku yang berlandaskan ajaran moralitas dan disiplin yang tercermin melalui ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, dan kebijaksanaan sebagai bentuk keterampilan hidup di lingkungan sosial.
Pengembangan mental (citta-bhāvanā) adalah kesadaran yang dikembangkan melalui usaha benar, perhatian benar, dan meditasi benar, didukung kegiatan ritual, dan menghayati ajaran kebenaran. Pengembangan mental menghasilkan konsentrasi, kesadaran, kesehatan mental, kecerdasan emosional, senang belajar, dan kemauan meningkatkan kualitas diri maupun batin. Pengembangan mental peserta didik tercermin melalui ucapan dan perilaku yang berlandaskan pikiran cinta kasih, belas kasih, simpati, dan keseimbangan batin. Perilaku peserta didik yang memiliki mental sehat akan memiliki rasa terima kasih, murah hati, malu berbuat jahat, takut akibat perbuatan jahat, bersikap hormat, lemah lembut, tidak serakah, semangat, sabar, jujur, dan bahagia dalam keterhubungannya dengan diri sendiri, lingkungan sosial, dan lingkungan alam.
Pengembangan pengetahuan atau kebijaksanaan (paññā-bhāvanā) adalah pengembangan pengetahuan terhadap nilai-nilai agama Buddha yang dikembangkan melalui pandangan benar dan berdasarkan keyakinan yang bijaksana terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Tiratana, dan hukum kebenaran. Pengembangan pengetahuan dan kebijaksanaan diarahkan pada kemampuan berpikir kritis dan berpikir benar bagi peserta didik yang berfungsi untuk mengikis keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin. Pengembangan pengetahuan dan kebijaksanaan tercermin dari pengalaman keagamaan peserta didik yang mampu memaknai hidup, memaknai diri sendiri, mengontrol emosi, penuh kesadaran, membedakan baik dan buruk, mampu berkomunikasi, serta mampu mengelola dan memecahkan permasalahan dalam semua aspek kehidupan, berlandaskan pengetahuan terhadap nilai-nilai agama Buddha serta nilai-nilai Pancasila dasar negara. Nilai-nilai agama Buddha menjadi fondasi peserta didik untuk memiliki empat pengembangan sehingga menjadi peserta didik yang berakhlak mulia dan berkebinekaan global.
Secara operasional, proses dan tahapan Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti untuk membentuk peserta didik menjadi Pelajar Pancasila dicapai melalui tiga elemen berikut:
Elemen | Deskripsi |
Sejarah | Elemen sejarah memuat sejarah dan kisah sebagai sarana untuk menyampaikan nilai-nilai sejarah agama Buddha, nilai-nilai Pancasila dasar negara, nilai-nilai sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan nilai-nilai kebudayaan Indonesia. Pengetahuan pada elemen sejarah bersumber dari kitab suci agama Buddha, kitab komentar, kitab subkomentar, catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya kronik, biografi, autobiografi, tinggalan sejarah, tinggalan budaya, dan sumber sejarah lainnya. Sejarah dan kisah agama Buddha mencakup sejarah penyiaran agama, sejarah kitab suci agama Buddha, kisah kehidupan Buddha, kisah kehidupan Bodhisattva, kisah kehidupan siswa utama, kisah kehidupan penyokong dan pendukung agama Buddha, kisah kehidupan tokoh inspiratif Buddhis, identitas agama Buddha, dan identitas diri sebagai bagian dari agama Buddha. Nilai-nilai sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia mencakup nilai-nilai Pancasila, nilainilai musyawarah dalam pendirian bangsa, tokoh pendiri bangsa, serta keterhubungannya dengan identitas diri sebagai bagian keluarga, bagian lingkungan sosial, bagian lingkungan tempat tinggal di wilayah NKRI, serta identitas diri yang terbentuk oleh budaya dan bahasa sebagai bagian dari keragaman budaya bangsa. Nilai-nilai dalam elemen sejarah menjadi sumber internalisasi, sumber teladan, dan sumber kesadaran peserta didik dalam mengamalkan nilai- nilai Pancasila dasar negara serta dalam mengekspresikan emosi keagamaannya secara bijaksana. Hasil belajar dari elemen sejarah tercermin melalui cara berpikir, berucap, bersikap bijaksana sebagai bentuk pengembangan fisik, moral atau sosial, mental, serta pengetahuan atau kebijaksanaan yang terbuka terhadap kemajemukan dan keragaman budaya agama Buddha maupun budaya bangsa. |
Etika | Elemen ritual merupakan sarana internalisasi pengetahuan tentang keragaman dan nilai-nilai ritual dari berbagai aliran atau tradisi dalam agama Buddha serta keragaman agama dan kepercayaan di Indonesia. Pengetahuan keragaman dan nilai-nilai ritual dalam agama Buddha secara holistik menjadi landasan pengamalan nilai-nilai Pancasila dasar negara, sarana memperkuat keyakinan, pengembangan keterampilan keagamaan, pembentukan mental, kesadaran moral, disiplin, serta sikap religius peserta didik. Pengalaman nyata elemen ritual diwujudkan dalam kegiatan ibadah, hidup berkesadaran, upacara, perayaan, ziarah, menggunakan peralatan ritual dan upacara, melibatkan diri dalam menjalankan tradisi dalam aliran atau tradisi agama Buddha. Kegiatan ritual dalam kegiatan sehari-hari merupakan wujud akhlak mulia dilandasi keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tiratana serta sebagai bentuk ekspresi emosi dan pengamalan keagamaan peserta didik. Sikap religius mendukung peserta didik dalam mengembangkan moralitas, meditasi, dan kebijaksanaan dalam keterhubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa dan Tiratana, diri sendiri, agamanya, lingkungan sosial, negara, dan lingkungan alam. Elemen ritual yang berhubungan dengan keragaman ritual atau tradisi dalam agama Buddha serta keragaman agama dan kepercayaan di Indonesia merupakan sarana memperteguh pengamalan Pancasila dasar negara, serta untuk menumbuhkan sikap inklusif peserta didik yang bersikap terbuka terhadap kemajemukan dan perbedaan. Pengetahuan dan pemahaman terhadap elemen ritual diperdalam dengan pengalaman langsung melalui kunjungan dan dialog antaraliran atau antartradisi agama Buddha, serta antaragama dan kepercayaan di Indonesia sehingga terbentuk peserta didik yang bersikap terbuka dan bijaksana dalam menghargai dan menghormati keragaman intern agama Buddha dan antarumat beragama. |
Riual | Elemen etika merupakan etika Buddhis selaras dengan nilai-nilai Pancasila dasar negara yang minimal mencakup etika sosial, etika ekonomi, dan etika alam. Elemen etika berfungsi sebagai sarana membentuk peserta didik yang berakhlak mulia dan berkebinekaan global serta sebagai pedoman bagi peserta didik untuk hidup dengan mengembangkan secara holistik antara pengembangan fisik, moral dan sosial, mental, serta pengetahuan atau kebijaksanaan. Secara filosofis, etika Buddhis merupakan hasil proses pencarian makna kehidupan berdasarkan nilai-nilai Buddha Dharma, Hukum Kebenaran yang terdiri atas Empat Kebenaran Mulia, Hukum Kelahiran Kembali, Hukum Karma, Hukum Tiga Corak Universal, dan Hukum Sebab Musabab yang Saling Bergantungan selaras dengan nilai-nilai Pancasila dasar negara. Nilai-nilai pokok agama Buddha yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila dasar negara sebagai fondasi dalam mengamalkan etika Buddhis adalah kemurahan hati, moralitas, perbuatan baik, kediaman luhur, jalan bodhisattva, sila bodhisattva, meditasi, kebijaksanaan, nilai-nilai Buddha Dharma lainnya, dan nilai-nilai musyawarah dalam pendirian bangsa. Melalui elemen etika, peserta didik dapat mengklasifikasikan dan memilih nilai etis untuk diamalkan dalam keterhubungannya dengan diri sendiri, lembaga sosial keagamaan, lingkungan sosial yang beragam dan majemuk, makhluk lain, kehidupan global, isu-isu sosial, isu ekonomi, dan isu lingkungan alam yang dilandasi oleh moralitas, meditasi, dan kebijaksanaan. |
Capaian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Fase F (Usia Mental ± 10 Tahun,Umumnya Kelas XI dan Kelas XII). Pada akhir Fase F, peserta didik meneladan tokoh pendukung agama Buddha dan pelaku sejarah lokal dan nasional terhadap keragaman agama dan budaya Indonesia serta meneladan sikap tokoh pendukung agama Buddha dunia yang mendukung keberagaman agama dan budaya Buddhis. Peserta didik menghayati nilai-nilai meditasi dengan hidup berkesadaran dalam kehidupan sehari-hari dan berinteraksi dengan orang lain. Peserta didik juga mengembangkan dan melestarikan seni dan budaya yang selaras dengan nilai-nilai agama Buddha; menjaga keseimbangan alam semesta dan alam kehidupan (alam bahagia/menderita); serta keseimbangan moral dan sosial berpedoman pada nilai-nilai agama Buddha (moralitas, meditasi, dan kebijaksanaan) dan Pancasila dasar negara sebagai wujud manusia beragama, berbangsa, dan bernegara. Fase F Berdasarkan Elemen:
Elemen | Deskripsi |
Sejarah | Peserta didik mampu meneladan tokoh pendukung agama Buddha dan pelaku sejarah lokal dan nasional terhadap keragaman agama dan budaya Indonesia; serta meneladan sikap tokoh pendukung agama Buddha dunia yang mendukung keberagaman agama dan budaya Buddhis. |
Ritual | Peserta didik terbiasa menghayati nilai-nilai meditasi dengan hidup berkesadaran dalam kehidupan sehari-hari dan berinteraksi dengan orang lain. |
Etika | Peserta didik terbiasa mengembangkan dan melestarikan seni dan budaya yang selaras dengan nilai-nilai agama Buddha; menjaga keseimbangan alam semesta dan alam kehidupan (alam bahagia/menderita); serta keseimbangan moral dan sosial berpedoman pada nilai-nilai agama Buddha (moralitas, meditasi, dan kebijaksanaan) dan Pancasila dasar negara sebagai wujud manusia beragama, berbangsa, dan bernegara. |